Selasa, 22 November 2016

Filled Under:

Tokoh "Tafakur" adalah ABU DARDA ra SAHABAT YANG ZUHUD DAN TAAT BERIBADAH






Assalamua'laikum Warahmatullahi Wabarakatuh..
Saudara/i ku semuanya di grup Tauhid Murni yang di Rahmati Allah SWT, ini.

Ada hadits mengatakan.

Tafakur sesaa't lebih baik ibadah 60 tahun.
Dikata lain ada yang mengatakan.,Tafakur sesaa't lebih baik ibadah   70 tahun.
Dikata lain ada yang mengatakan.,  Tafakur sesaa't lebih baik ibadah 1000 tahun.

Kata-kata diatas bukan "Hadits".
Dan telah banyak menyesatkan umat Islam.

Karena tidak mau lagi menjalankan Syaria't.
Terutama Shalat Fardu.

Sesungguhnya.
Tokoh "Tafakur" adalah ABU DARDA ra SAHABAT YANG ZUHUD DAN TAAT BERIBADAH

Abu Darda ra., senantiasa mengucapkan kata-kata indah kepada masyarakat sekelilingnya, "Maukah kamu sekalian, aku kabarkan amalan-amalan yang terbaik. Amalan yang terbersih di sisi Allah dan paling meninggikan derajat kalian. Lebih baik dari memerangi musuh dengan menghantam batang leher mereka, lalu mereka pun menebas batang lehermu, dan malah lebih baik dari emas dan perak?"

Para pendengarnya menjulurkan kepala mereka ke depan karena ingin tahu, lalu bertanya, "Apakah itu wahai, Abu Darda'?"

Abu Darda' menjawab, "Dzikrullah!"

Ahli hikmah yang mengagumkan ini bukannya menganjurkan orang menganut filsafat dan mengasingkan diri. Ia juga tidak bermaksud menyuruh orang meninggalkan dunia, dan tidak juga mengabaikan hasil agama ini yang telah dicapai dengan jihad fi sabilillah. 

Abu Darda' bukanlah tipe orang semacam itu, karena ia telah ikut berjihad mempertahankan agama Allah bersama Rasulullah SAW hingga datangnya pertolongan Allah dengan pembebasan dan kemenangan merebut kota Makkah.

Abu Darda' adalah ahli hikmah yang besar di zamannya. Ia adalah sosok yang telah dikuasai oleh kerinduan yang amat besar untuk melihat hakikat dan menemukannya. Ia menyerahkan diri secara bulat kepada Allah, berada di jalan lurus hingga mencapai tingkat kebenaran yang teguh. 

Pernah ibunya ditanyai orang tentang amalan yang sangat disenangi Abu Darda'. Sang ibu menjawab, "Tafakur dan mengambil i'tibar (pelajaran)."

Pada saat memeluk Islam dan berbaiat pada Rasulullah SAW, Abu Darda' adalah seorang saudagar kaya yang berhasil di antara para saudagar kota Madinah. Dan sebelum memeluk Islam, ia telah menghabiskan sebagian besar umurnya dalam perniagaan, bahkan sampai Rasulullah dan kaum Muslimin lainnya hijrah ke Madinah. Tidak lama setelah memeluk Islam, kehidupannya berbalik arah.

"Aku tidak mengharamkan jual-beli. Hanya saja, aku pribadi lebih menyukai diriku termasuk dalam golongan orang yang perniagaan dan jual-beli itu tidak melalaikannya dari dzikir kepada Allah," ujarnya

BELIAU ADALAH SAHABAT YANG ZUHUD DAN RAJIN BERIBADAH
Abu Juhaifah Wahb bin `Abdillâh Radhiyallahu anhu berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan Salman al-Fârisi dan Abu Darda` Radhiyallahu anhuma.” Setelah itu Salmân Radhiyallahu anhu mengunjungi Abu Darda` Radhiyallahu anhu. Dia melihat Ummu Darda`Radhiyallahu anha memakai pakaian kerja dan tidak mengenakan pakaian yang bagus. Salman Radhiyallahu anhu bertanya kepadanya, “Wahai Ummu Darda`, kenapa engkau berpakaian seperti itu?”

Ummu Darda` Radhiyallahu anha menjawab, “Saudaramu Abu Darda` Radhiyallahu anhu sedikit pun tidak perhatian terhadap istrinya. Di siang hari dia berpuasa dan di malam hari dia selalu shalat malam.”

Lantas datanglah Abu Darda` Radhiyallahu anhu dan menghidangkan makanan kepadanya seraya berkata, “Makanlah (wahai saudaraku), sesungguhnya aku sedang berpuasa”

Salman Radhiyallahu anhu menjawab, “Aku tidak akan makan hingga engkau makan.” Lantas Abu Darda` Radhiyallahu anhu pun ikut makan.

Tatkala malam telah tiba, Abu Darda` Radhiyallahu anhu pergi untuk mengerjakan shalat. Akan tetapi, Salman Radhiyallahu anhu menegurnya dengan mengatakan, “tidurlah” dan dia pun tidur. Tak lama kemudian dia bangun lagi dan hendak shalat, dan Salman Radhiyallahu anhu berkata lagi kepadanya, “tidurlah.” (dia pun tidur lagi-pen)

Ketika malam sudah lewat Salman Radhiyallahu anhu berkata kepada Abu Darda` Radhiyallahu anhu , “Wahai Abu Darda`, sekarang bangunlah”. Maka keduanya pun mengerjakan shalat”

Setelah selesai shalat, Salman Radhiyallahu anhu berkata kepada Abu Darda` Radhiyallahu anhu, “ (Wahai Abu Darda`) sesungguhnya Rabbmu mempunyai hak atas dirimu, badanmu mempunyai hak atas dirimu dan keluargamu (istrimu) juga mempunyai hak atas dirimu. Maka, tunaikanlah hak mereka.”

(selanjutnya) Abu Darda` Radhiyallahu anhu mendatangi Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan kejadian tersebut kepadanya.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Salman benar” [HR. al-Bukhâri no. 1867., kitab Ash-Shahâbah hlm.462]

Dalam riwayat lain yang lain, Abu Darda` Radhiyallahu anhu mengatakan, “Tatkala Nabi diutus menjadi rasul, ketika itu aku adalah seorang pedagang. Aku ingin menggabungkan ibadahku dan pekerjaanku, namun keduanya tidak bisa bersatu. Kemudian aku pun meninggalkan pekerjaanku dan memilih beribadah kepada Allah Azza wa Jalla . Demi Allah Azza wa Jalla , alangkah senangnya seandainya aku memiliki toko di jalan menuju pintu masjid hingga aku tidak meninggalkan shalat. Aku bisa mendapatkan keuntungan empat puluh dinar dan bisa aku sedekahkan semua di jalan Allah Azza wa Jalla .”

Seseorang bertanya kepada beliau, “Wahai Abu Darda` Radhiyallahu anhu , kenapa engkau membenci hal (harta) itu?”

Beliau menjawab, “Aku takut (hisab yang dahsyat). Pada hari kiamat Allah Azza wa Jalla akan menghisab hartaku ini dan bertanya kepadaku dua hal :
Pertama : Darimana harta itu diperoleh, dan 
Kedua : Kemana harta itu dibelanjakan. Harta yang halal ada hisabnya dan harta yang haram ada siksanya.” [Ash-Shahâbah hlm. 461-463]

Dalam riwayat lain Abu Darda` Radhiyallahu anhu mengatakan, “Aku senang seandainya aku bisa berdagang di jalan dekat pintu masjid, setiap harinya aku bisa memperoleh 300 dinar dan aku bisa mengerjakan shalat lima waktu di masjid. Aku tidaklah mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Akan tetapi aku lebih senang menjadi orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari beribadah kepada Allah Azza wa Jalla .’” [Al-Hilyah 1/20 / Ash-Shahabah hlm. 463]

KISAH BERPULANGNYA BELIAU RADHIYALLAHU ANHU MENGHADAP ALLAH AZZA WA JALLA
Syumaith bin Ajlân rahimahullah berkata, “Tatkala Abu Darda` Radhiyallahu anhu hendak meninggal dunia, beliau merasa gelisah. Ummu darda` Radhiyallahu anha berkata kepadanya, ‘(Wahai Abu Darda`), bukankah engkau pernah memberitahuku bahwa engkau mencintai kematian?’ Abu Darda` Radhiyallahu anhu menjawab, ‘Demi Allah, benar’, akan tetapi tatkala aku yakin akan meninggal dunia, aku menjadi benci kepada kematian, kemudian Abu Darda` Radhiyallahu anhu menangis dan mengatakan, ‘Sekarang adalah detik-detik akhir hidupku di dunia ini. Bimbinglah aku mengucapkan lâ ilâha illallâh.’ Akhirnya Abu Darda` Radhiyallahu anhu senantiasa mengucapkan kalimat itu hingga meninggal dunia.” Beliau wafat dua tahun sebelum pembunuhan Utsmân bin Affân Radhiyallahu anhu . Ada yang mengatakan bahwa beliau wafat setelah perang Siffin. Ada yang mengatakan tahun 23 atau 24 H. di kota Dimasyq dan ada juga yang mengatakan tahun 38 atau 39. Akan tetapi, yang masyhur dari kebanyakan para ahli ilmu adalah beliau wafat pada masa kekhalifahan Utsmân Radhiyallahu anhu . [Usudul Ghâbah 4/18-19, no. 4136]

DI ANTARA PESAN-PESAN ABU DARDA RADHIYALLAHU ANHU
Beliau mengatakan, “Seandainya kalian mengetahui apa yang akan kalian lihat setelah kematian, pasti kalian tidak akan berselera untuk makan, minum, dan berteduh di dalam rumah. Kalian akan keluar menuju tempat-tempat yang tinggi dan memukul-mukul dada kalian serta menangisi diri-sendiri. Sungguh, aku lebih senang menjadi sebatang pohon yang dikunyah kemudian ditelan. [Az-Zuhd, Imam Ahmad/ Ash-Shahâbah hlm. 465]

Beliau Radhiyallahu anhu mengatakan, “Siapa yang banyak mengingat kematian, maka ia akan sedikit gembira dan jarang berbuat hasad”

Beliau berkata, “Ada 3 hal yang membuatku tertawa dan 3 hal yang membuatku menagis. 3 hal yang membuatku tertawa yaitu :

Pertama : Orang yang cita-citanya adalah duniawi, padahal kematian selau mengintainya

Kedua: Orang yang lalai dari kematian, padahal kematian tidak pernah lalai kepadanya, dan 

Ketiga: Orang yang berlalu banyak tertawa, ia tidak tahu apakah Allah Azza wa Jalla murka atau ridha kepadanya. 

Adapun 3 hal yang membuatku menangis adalah, dahsyatnya kiamat, terputusnya amal, dan keadaanku di hadapan Allah Azza wa Jalla , apakah akan dimasukkan di surga atau neraka.”

Beliau juga pernah berkata, “Wahai manusia, injakkan kakimu ke tanah. Sesungguhnya sebentar lagi ia akan menjadi kuburmu. Wahai manusia, sesungguhnya hidupmu hanya beberapa hari, tiap kali waktu berlalu, berarti sebagian hidupmu telah pergi. Wahai manusia, engkau sekarang ini selalu menghabiskan umurmu sejak lahir dari rahim ibumu. ” Seorang penyair mengatakan:

نَسِيْرُ إِلَى اْلآجَالِ مِنْ كُلِّ لَحْظَةٍ وَأَيَّامُنَا تُطْوَى وَهُنَّ مَرَاحِلُ
وَلَمْ أَرَ مِثْلَ الْمَوْتِ حَقًّا كَأَنَّهُ إِذَامَا تَخَطَّتْهُ اْلأَمَانِيَّ بَاطِلُ
وَمَا أَقْبَحَ التَّفْرِيْطَ فِيْ زَمَنِ الصِّبَا فَكَيْفَ بِهِ وَالشَّيْبُ لِلرَّأْسِ شَاعِلُ
تَرَحَّلْ مِنَ الدُّنْيَا بِزَادٍ مِنَ التُّقَى فَعُمْرُكَ أَيَّامٌ وَهُنَّ قَلاَ ئِلُ

Kita berjalan menuju ajal dalam setiap detiknya
Hari-hari kita selalu berlalu, dan memiliki tahapan-tahapan

Aku belum pernah melihat ada sesuatu yang lebih meyakinkan daripada kematian 
Seolah-olah, semua yang tidak dijangkau oleh angan-angan (kematian-pen), tidak bisa diterima.

Alangkah buruknya perbuatan kita (meninggalkan agama-pen) tatkala muda
Lantas, bagaimana seseorang itu tetap meninggalkan agama, padahal ubannya telah menyala

Berjalanlah kamu di dunia ini dengan bekal takwa
Karena, umurmu hanyalah beberapa hari, dan itu sangatlah sedikit

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 TAUHID MURNI.

Designed by ZMTemplates